Kehidupan Manusia Purba Masa perundagian
Posted by Budiyanto | 3 Comments
Kehidupan Manusia Purba Masa perundagian- Zaman perundagian
adalah zaman
di mana manusia sudah mengenal pengolahan logam. Hasil-hasil kebudayaan yang
dihasilkan terbuat dari bahan logam. Adanya penggunaan logam, tidaklah berarti
hilangnya penggunaan barang-barang dari batu. Pada masa perundagian, manusia
masih juga menggunakan barang-barang yang berasal dari batu. Penggunaan bahan
dari logam tidak begitu tersebar luas sebagaimana halnya bahan dari batu.
Persediaan logam sangat terbatas. Hanya orang-orang tertentu yang memiliki
barang-barang dari logam. Kemungkinan hanya orang-orang yang mampu membeli
bahan-bahan tersebut. Keterbatasan persediaan tersebut memungkinkan
barang-barang dari logam diperjualbelikan. Adanya perdagangan tersebut dapat
diperkirakan bahwa manusia pada zaman perundagian
telah mengadakan hubungan dengan luar.
a. Sistem sosial-ekonomi Manusia
Purba Masa perundagian
Masyarakat pada masa perundagian diperkirakan sudah mengenal pembagian kerja. Hal ini dapat dilihat dari pengerjaan barang-barang dari logam. Pengerjaan barang-barang dari logam membutuhkan suatu keahlian, tidak semua orang dapat mengerjakan pekerjaan ini. Selain itu, ada orang-orang tertentu yang memiliki benda-benda dari logam. Dengan demikian pada masa perundagian sudah terjadi pelapisan sosial.Bahkan bukan hanya pembuat dan pemilik, tetapi adanya pedagang yang memperjualbelikan logam.
Masyarakat pada masa perundagian diperkirakan sudah mengenal pembagian kerja. Hal ini dapat dilihat dari pengerjaan barang-barang dari logam. Pengerjaan barang-barang dari logam membutuhkan suatu keahlian, tidak semua orang dapat mengerjakan pekerjaan ini. Selain itu, ada orang-orang tertentu yang memiliki benda-benda dari logam. Dengan demikian pada masa perundagian sudah terjadi pelapisan sosial.Bahkan bukan hanya pembuat dan pemilik, tetapi adanya pedagang yang memperjualbelikan logam.
Pada masa perundagian kehidupan sosialnya sudah
mengenal sistem kemasyarakatan yang sudah teratur. Masyarakat hidup diikat oleh
norma-norma dan nilai. Norma-norma dan nilai-nilai ini diciptakan oleh mereka
sendiri, disepakati dan dijadikan pegangan dalam menjalan kehidupannya.
Sebagaimana layaknya dalam suatu sistem kemasyarakatan, pada masa ini sudah ada
pemimpin dan ada masyarakat yang dipimpin. Struktur ini dikatakan ada kalau
dilihat dari penemuan alat-alat untuk penguburan. Kuburan-kuburan yang ada
terdapat kuburan yang diiringi dengan berbagai bekal bagi mayat.
Model kuburan ini diperkirakan hanya untuk para
pemimpin. Sistem mata pencaharian pada masa perundagian sudah mengalami kemajuan.
Keterikatan terhadap bahan-bahan makanan yang disediakan oleh alam mulai
berkurang. Mereka mampu mengolah sumber-sumber daya yang ada di alam untuk
dijadikan bahan makanan. Cara bertani berhuma sudah mulai berubah menjadi
bertani dengan bersawah. Ada perbedaan dalam cara bertani berhuma dengan
bersawah. Dalam bertani berhuma ada kebiasaan meninggalkan tempat olahannya,
apabila tanahnya sudah tidak subur, jadi hidup mereka pun tidak menetap secara
permanen. Sedangkan dalam bertani bersawah tidak lagi berpindah, mereka tinggal
secara permanen. Hal ini dikarenakan pengolahan tanah pertanian sudah
menggunakan pupuk yang membantu kesuburan tanah. Dengan demikian masyarakat
tidak akan meninggalkan lahan garapannya. Bukti adanya kehidupan bersawah yaitu
dengan ditemukannya alat-alat pertanian dari logam, seperti bajak, pisau, dan
alat-alat yang lainnya.
b. Benda-benda yang
dihasilkan Manusia Purba Masa perundagian
Benda-benda yang dihasilkan pada zaman
perundagian mengalami kemajuan dalam hal teknik pembuatan. Teknik pembuatan
barang dari logam yang utama adalah melebur, yang kemudian dicetak sesuai
dengan bentuk yang diinginkan. Ada dua teknik pencetakan logam yaitu bivolve
dan a cire perdue. Teknik bivolve dilakukan dengan cara
menggunakan cetakan-cetakan batu yang dapat dipergunakan berulang kali. Cetakan
terdiri dari dua bagian (kadang-kadang lebih, khususnya untuk benda-benda
besar) diikat. Kedalam rongga cetakan itu dituangkan perunggu cair. Kemudian
cetakan itu dibuka setelah logamnya mengering.
Teknik a cire perdue dikenal pula dengan
istilah cetak lilin. Cara yang dilakukan yaitu dengan membuat cetakan model
benda dari lilin. Cetakan tersebut kemudian dibungkus dengan tanah liat.
Setelah itu tanah liat yang berisi lilin itu dibakar. Lilin akan mencair dan
keluar dari lubang yang telah dibuat. Maka terjadilah benda tanah liat bakar
yang berongga. Bentuk rongga itu sama dengan bentuk lilin yang telah cair.
Setelah cairan logam dingin, cetakan tanah liat dipecah dan terlihatlah cairan
logam yang telah membeku membentuk suatu barang sesuai dengan rongga yang ada
dalam tanah liat. Pada masa perundagian dihasilkan benda-benda yang terbuat
dari perunggu, yaitu sebagai berikut.
1) Bejana Manusia Purba
Masa perundagian
Bentuk bejana perunggu seperti gitar Spanyol tetapi
tanpa tangkainya. Pola hiasan benda ini berupa pola hias anyaman dan huruf
L.Bejana ditemukan di daerah Madura dan Sumatera.
Gambar 4.20 Bejana perunggu dari
Madura
2) Nekara Manusia Purba
Masa perundagian
Nekara ialah semacam berumbung dari perunggu yang
berpinggang di bagian tengahnya dan sisi atapnya tertutup. Pada nekara terdapat
pola hias yang beraneka ragam. Pola hias yang dibuat yaitu pola binatang,
geometrik, gambar burung, gambar gajah, gambar ikan laut, gambar kijang, gambar
harimau, dan gambar manusia. Dengan hiasan yang demikian beragam, maka nekara
memiliki nilai seni yang cukup tinggi.
Gambar 4.21 Nekara dari kepulauan
Selayar
Gambar 4.22 Moko dari Alor
Beberapa tempat ditemukannya nekara yaitu Bali,
Sumatra, Sumbawa, Roti, Leti, Selayar, Alor, dan Kepulauan Kei. Di Bali
ditemukan nekara yang bentuknya besar dan masyarakat di sana mempercayai bahwa
benda itu jatuh dari langit.Nekara tersebut disimpan di sebuah pura (kuil) di
desa Intaran daerah Pejeng. Puranya diberi nama Pura Panataran Sasih (bulan).
Di Alor banyak ditemukan nekara dengan bentuk kecil tapi memanjang. Nekara ini
disebut moko. Hiasan-hiasan yang ada pada nekara di Alor ini
bergambar, bentuk hiasannya ada yang merupakan hiasan jaman Majapahit. Hubungan
antarwilayah di Indonesia diperkirakan sudah terjadi pada masa perundagian
dengan ditemukannya nekara. Hal ini dapat dilihat dari Nekara yang berasal dari
Selayar dan Kepulauan Kei dihiasi gambar-gambar gajah, merak, dan harimau.
Sedangkan binatang yang tercantum pada nekara tersebut tidak ada di di daerah
itu. Hal ini menunjukkan bahwa nekara berasal dari daerah Indonesia bagian
barat atau dari benua Asia.
Hal yang menarik lagi ditemukannya nekara di
Sangean. Nekara yang ditemukan di daerah ini bergambar orang menunggang kuda
beserta pengiringnya yang memakai pakaian orang Tartar. Dengan adanya gambar
tersebut menunjukkan terjadi hubungan bangsa Indonesia pada saat itu dengan
Cina. Jadi, hubungan antara Indonesia dengan Cina sudah ada sejak zaman
perunggu. .
3) Kapak corong Manusia
Purba Masa perundagian
Kapak ini disebut kapak corong karena bagian
atasnya berbentuk corong yang sembirnya belah. Benda ini terbuat dari logam. Ke
dalam corong itu dimasukkan tangkai kayunya yang menyiku pada bidang kapak.
Kapak tersebut disebut juga kapak sepatu, karena hampir mirip dengan sepatu
bentuknya. Ukuran kapak kecil itu beragam, ada yang kecil dan sangat sederhana,
besar memakai hiasan, pendek besar, bulat, dan panjang sisinya. Ada kapak
corong yang satu sisinya disebut candrasa. Tempat ditemukannya kapak
tersebut yaitu di Sumatra Selatan, Bali, Sulawesi Tengah dan Selatan, pulau
Selayar, dan Irian dekat danau Sentani.
Gambar 4.23 Berbagai macam kapak
corong
Kapak yang beragam bentuknya tersebut, tidak
semua digunakan sebagaimana layaknya kegunaan kapak sebagai alat bantu yang
fungsional. Selain itu, kapak juga digunakan sebagai barang seni dan alat
upacara, seperti candrasa. Di Yogyakarta, ditemukan candrasa yang dekat
tangkainya terdapat hiasan gambar seekor burung terbang sambil memegang
candrasa.
Gambar 4.24 Candrasa panjangnya
kira-kira satu meter
4) Perhiasan Manusia Purba Masa
perundagian
Manusia pada perundagian sudah memiliki apresiasi
yang cukup terhadap seni. Hal ini dibuktikan ditemukannya berbagai hiasan.
Hiasan yang ditemukan berupa gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung, dan
bandul kalung. Bendabenda tersebut ada yang diberi pola hias dan ada yang
tidak. Benda yang diberi pola hias seperti cincin atau gelang yang diberi pola
hias geometrik. Ditemukan pula cicin yang berfungsi bukan untuk perhiasan,
tetapi sebagai alat tukar. Cincin yang seperti ini ukurannya sangat kecil
bahkan tidak bisa dimasukkan ke dalam jari anak. Tempat-tempat ditemukannya
benda-benda tersebut antara lain Bogor, Malang, dan Bali.
Perhiasan-perhiasan lainnya yang ditemukan pada
masa perundagian yaitu manik-manik. Pada masa prasejarah manik-manik banyak
digunakan untuk upacara, bekal orang yang meninggal (disimpan dalam kuburan),
dan alat tukar. Pada masa perundagian, bentuk manik-manik mengalami perkembangan.
Pada zaman prasejarah lebih banyak terbuat dari
batu, sedangkan pada masa ini sudah dibuat dari kulit kerang, batu akik, kaca,
dan tanah-tanah yang dibakar. Manik-manik memiliki bentuk yang beragam, ada
yang berbentuk silindris, bulat, segi enam, oval, dan sebagainya. Di Indonesia
beberapa daerah yang merupakan tempat ditemukannya manik-manik antara lain
Bogor, Sangiran, Pasemah, Gilimanuk, dan Besuki.
Gambar 4.25 Gelang dan cincin dari perunggu
ditemukan di Pasemah, Sumatera Selatan
Gambar 4.26 Manik-manik
5) Perunggu Manusia Purba Masa
perundagian
Pada masa perundagian dihasilkan pula arca-arca
yang terbuat dari logam perunggu. Dalam pembuatan arca ini dilakukan pula
dengan menuangkan cairan logam. Patung yang dibuat berbentuk beragam, ada yang
berbentuk manusia dan binatang. Posisi manusia dalam bentuk arca itu ada yang
sedang menari, berdiri, naik kuda dan sedang memegang panah. Arca binatang itu
ada yang berupa arca kerbau yang sedang berbaring, kuda sedang berdiri, dan
kuda dengan pelana. Tempat ditemukan arca-arca tersebut yaitu di Bangkinang
(Provinsi Riau), Lumajang, Palembang, dan Bogor.
Gambar 4.27 Arca Perunggu dari
Bangkinang, Riau – Sumatera
c. Sistem kepercayaan Manusia Purba Masa
perundagian
Pada masa perundagian memiliki sistem kepercayaan
yang tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Praktek kepercayaan yang mereka
lakukan masih berupa pemujaan terhadap leluhur. Hal yang membedakannya adalah
alat yang digunakan untuk praktek kepercayaan. Pada masa perundagian,
benda-benda yang digunakan untuk praktek kepercayaan biasanya terbuat dari
bahan perunggu. Sistem kepercayaan yang dilakukan oleh manusia pada zaman
perundagian masih memelihara hubungan dengan orang yang meninggal. Pada masa
ini, praktek penguburan menunjukkan stratifikasi sosial antara orang yang
terpandang dengan rakyat biasa. Kuburan orang-orang terpandang selalu dibekali
dengan barang-barang yang mewah dan upacara yang dilakukan dengan cara diarak
oleh orang banyak. Sebaliknya, apabila yang meninggal orang biasa, upacaranya
sederhana dan kuburan mereka tanpa dibekali dengan barang-barang mewah.
Upacara sebagai bentuk ritual kepercayaan
mengalami perkembangan. Mereka melakukan upacara tidak hanya berkaitan dengan
leluhur, akan tetapi berkaitan dengan mata pencaharian hidup yang mereka
lakukan. Misalnya ada upacara khusus yang dilakukan oleh masyarakat pantai
khususnya para nelayan. Upacara yang dilakukan oleh masyarakat pantai ini,
yaitu penyembahan kekuatan yang dianggap sebagai penguasa pantai. Penguasa
inilah yang mereka anggap memberikan kemakmuran kehidupannya. Sedang di daerah
pedalaman atau pertanian ada upacara persembahan kepada kekuatan yang dianggap
sebagai pemberi berkah terhadap hasil pertanian.
Share This Post To :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar