Senin, 07 April 2014

SEJARAH KEKEJAMAN JEPANG



Indonesia adalah negara yang merdeka pada 17 Agustus 1945 dengan hasil jerih payah bangsa kita sendiri. Banyak negara yang sudah menjajah Indonesia yaitu Inggris, Portugis, Belanda dan Jepang, tetepi dari semua itu banyak menyisakan cerita pahit bagi bangsa Indonesia adalah saat masa penjajahan Jepang. Jepang menganggap bahwa dirinya adalah saudara tua dari Indonesia, namun jika memang  Jepang saudara Indonesia mengapa mereka menjajah bangsa kita?
Itu adalah salah satu bentuk tipu muslihat  Jepang untuk memanfaatkan Indonesia demi kepentinganya sendiri tenpa memperdulikan penderitaan rakyat Indonesia. Berikut adalah bentuk kekejaman pendudukan  Jepang di Indonesia:

1. Jugun Ianfu (慰安/Comfort Women )
Jugun Ianfu adalah istilah Jepang terhadap perempuan penghibur tentara kekaisaran Jepang dimasa perang Asia Pasifik, istilah asing lainnya adalah Comfort Women. Pada kenyataannya Jugun Ianfu bukan merupakan perempuan penghibur tetapi perbudakan seksual yang brutal, terencana, serta dianggap masyarakat internasional sebagai kejahatan perang. Diperkirakan 200 sampai 400 ribu perempuan Asia berusia 13 hingga 25 tahun dipaksa menjadi budak seks tentara Jepang.

          Jugun Ianfu diciptakan karena invansi ke negara lain yang mengakibatkan peperangan membuat kelelahan mental tentara Jepang. Kondisi ini mengakibatkan tentara Jepang melakukan pelampiasan seksual secara brutal dengan cara melakukan perkosaan masal yang mengakibatkan mewabahnya penyakit kelamin yang menjangkiti tentara Jepang. Hal ini tentunya melemahkan kekuatan angkatan perang kekaisaran Jepang. Situasi ini memunculkan gagasan untuk merekrut perempuan-perempuan lokal , menyeleksi kesehatan dan memasukan mereka ke dalam Ianjo-Ianjo sebagai rumah bordil militer Jepang.
Mereka direkrut dengan cara halus seperti dijanjikan sekolah gratis, pekerjaan sebagai pemain sandiwara, pekerja rumah tangga, pelayan rumah makan dan juga dengan cara kasar dengan menteror disertai tindak kekerasan, menculik bahkan memperkosa di depan keluarga. Merka direkrut oleh Militer Jepang, sipil Jepang, pejabat lokal sepeti bupati, camat, lurah dan RT
Sebagian besar perempuan-perempuan yang berasal dari pulau Jawa yang dijadikan Jugun Ianfu seperti Mardiyem, Sumirah, Emah Kastimah, Sri Sukanti, hanyalah sebagian kecil Jugun Ianfu Indonesia yang bisa diidentifikasi. Masih banyak Jugun Ianfu Indonesia yang hidup maupun sudah meninggal dunia yang belum terlacak keberadaannya.
Para wanita indonesia yang dijadikan penghibur di perlakukan semena – mena. Mereka diperkosa dan disiksa secara kejam. Dipaksa melayani kebutuhan seksual tentara Jepang sebanyak 10 hingga 20 orang siang dan malam serta dibiarkan kelaparan. Kemudian di aborsi secara paksa apabila hamil. Banyak perempuan mati dalam Ianjo karena sakit, bunuh diri atau disiksa sampai mati.
Ianjo pertama di dunia dibangun di Shanghai, Cina tahun 1932. Pembangunan Ianjo di Cina dijadikan model untuk pembangunan Ianjo-Ianjo di seluruh kawasan Asia Pasifik termasuk Indonesia sejak pendudukan Jepang tahun 1942-1945 telah dibangun Ianjo diberbagai wilayah seperti Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Jawa, Nusa Tenggara, Sumatra, Papua.
Setelah perang Asia Pasifik usai Jugun Ianfu yang masih hidup didera perasaan malu untuk pulang ke kampung halaman. Mereka memilih hidup ditempat lain dan mengunci masa lalu yang kelam dengan berdiam dan mengucilkan diri. Hidup dalam kemiskinan ekonomi dan disingkirkan masyarakat. Mengalami penderitaan fisik, menanggung rasa malu dan perasaan tak berharga hingga akhir hidupnya.




Kaisar Hirohito merupakan pemberi restu sistem Jugun Ianfu ini diterapkan di seluruh Asia Pasifik. Para pelaksana di lapangan adalah para petinggi militer yang memberi komando perang. Maka saat ini pihak yang harus bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan ini adalah pemerintah Jepang.
Juli 1995 Asian Women’s Fund (AWF) didirikan oleh organisasi swasta Jepang. Organisasi ini dituduh sebagai “agen penyuap” untuk meredam protes masyarakat internasional dan tidak mewakili pemerintah Jepang secara resmi. Di masa pemerintahan Soeharto Tahun 1997 Menteri Sosial Inten Suweno menerima dana santunan bagi para korban sebesar 380 juta yen yang diangsur selama 10 tahun. Namun banyak para korban menyatakan tidak pernah menerima santunan tersebut. Para korban dari adanya Jugun Iafu menuntut beberapa hal pada AWF yaitu :
1.    Pemerintah Jepang masa kini harus mengakui secara resmi dan meminta maaf bahwa perbudakan seksual dilakukan secara sengaja oleh negara Jepang selama perang Asia Pasifik 1931-1945.
2.    Para korban diberi santunan sebagai korban perang untuk kehidupan yang sudah dihancurkan oleh militer Jepang.
3.     Menuntut dimasukkannya sejarah gelap Jugun Ianfu ke dalam kurikulum sekolah di Jepang agar generasi muda Jepang mengetahui kebenaran sejarah Jepang.

Tahun 1992, untuk pertama kalinya Kim Hak Soon korban asal Korea Selatan membuka suara atas kekejaman militer Jepang terhadap dirinya ke publik. Setelah itu masalah Jugun Ianfu terbongkar dan satu persatu korban dari berbagai negara angkat suara. Kemudian tahun 2000 telah digelar Tribunal Tokyo yang menuntut pertanggung jawaban Kaisar Hirohito dan pihak militer Jepang atas praktek perbudakan seksual selama perang Asia Pasifik. Tahun 2001 final keputusan dikeluarkan di Tribunal The Haque. Setelah itu tekanan internasional terhadap pemerintah Jepang terus Dilakukan. Oktober 2007 kongres Amerika Serikat mengeluarkan resolusi tidak mengikat yang menekan pemerintah Jepang memenuhi tanggung jawab politik atas masalah ini . Meski demikian pemerintah Jepang sampai hari ini belum mengakui apa yang telah diperbuat terhadap ratusan ribu perempuan di Asia dan Belanda pada masa perang Asia Pasifik.








2. Romusha  
Romusha adalah panggilan bagi orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada masa penjajahan Jepang di indonesia dari tahun 1942 hingga 1945. Kebanyakan romusha adalah petani, dan sejak Oktober 1943 pihak Jepang mewajibkan para petani menjadi romusha. Jumlah orang-orang yang menjadi romusha tidak diketahui pasti - perkiraan yang ada bervariasi dari 4 hingga 10 juta. Dalam sidangnya yang pertama, Chuo Sangi In mengusulkan beberapa syarat antara lain  supaya dibentuk badan-badan yang memotivasi rakyat menjadi tenaga sukarela, melalui kerja sama dengan bupati, wedana, camat dan kepala desa untuk pengerahan tenaga kerja (buruh) sekarela di perusahaan-perusahaan bala tentara Jepang.
Namun dalam pelaksanaannya persyaratan yang disampaikan oleh Chuo Sangi In itu diabaikan. Pada hakikatnya mereka tidak lebih dari pekerja paksa. Seperti halnya di Yogyakarta, tepatnya di desa Timbul Harjo, Bantul, pengerahan romusha dilakukan oleh perangkat desa dengan cara medatangi keluarga-keluarga yang memiliki tenaga potensial untuk dijadikan romusha. Keluarga yang menolak, mereka takut-takuti akan dikucilkan. Jika anak yang diminta itu tidak berada dirumah, mereka biasanya mencari ke sawah dan kalau sudah ketemu dibawa secara paksa ketempat pengerahan
Selama berada ditempat kerja sampai pulang ke kampong halamannya, ternyata romusha mendapat fasilitas sangat minim dan banyak yang tidak diberi upah, tetapi tidak dapat menuntut karena memang tidak ada
perjanjian kerja tertulis. Mereka dikerahkan menjadi tenaga kerja paksa dan buruh yang diberi upah selayaknya.Sebelum penyerahan Belanda kepada Jepang tanggal 8 Maret 1942, Jepang telah memperhitungkan bahwa Pulau Jawa akan mampu menyediakan tenaga manusia dalam jumlah yang memadai untuk memenangkan perang. Perhitungan itu didasarkan atas kenyataan bahwa jumlah penduduk di Pulau Jawa sangat banyak, ditambah lagi dengan pertumbuhannya yang begitu pesat. Sehingga  Jepang tidak bakal mengalami kesulitan dalam hal kebutuhan tenaga kerja romusha, karena disamping itu jumlah persediaan manusia cukup juga biaya murah. Tenaga diambil secara
paksa, dan tidak perlu banyak
pengeluaran biaya baik untuk makan maupun pengobatan. Begitu pula
untuk mencari pengganti bagi tenaga romusha yang mati, karena di Jawa terdapat persediaan manusia cukup banyak. Berdasarkan pola pemikiran itulah maka  Jepang denga leluasa memanfaatkan tenaga manusia yang ada di Pulau Jawa dan dengan matinya beribu-ribu romusha seakan-akan tidak menjadi beban
moral.

Mereka meninggal karena kekurangan makan, kelelahan, malaria dan terjangkit penyakit. Selain itu juga karena kerasnya pengawasan dan siksaan Jepang yang kejam dan tidak berperi kemanusiaan. Dibarak-barak romusha tidak tersedia perawatan dan tenaga kesehatan. Seakan-akan telah menjadi rumus bahwa siapa yang tidak lagi kuat bekerja maka akan mati.
Sebagai mana alam pemikiran jepang, bahwa bukan manusianya yang diperhitungkan melainkan tujuannya yaitu “menang perang”.
Para tenaga kerja yang disebut romusha atau jepang menyebutnya prajutit pekerja, diperlukan untuk membangun prasarana perang seperti kubu-kubu pertahanan, gudang senjata, jalan raya dan lapangan udara. Selain itu, mereka diperkejakan di pabrik-pabrik seperti pabrik garam dan pabrik kayu di Surabaya dan di Sumatera Selatan, mereka diperkejakan di pabrik pembuatan dinamit di Talangbetutu atau dipertambangan batu bara serta penyulingan minyak. Mereka diperkejakan pula dipelabuhan- pelabuhan antara lain memuat dan membongkar barang-barang dari kapal-kapal. Bahkan di desa Gendeng, dekat Badug, Yohyakarta misalnya romusha menanam sayuran dan palawija guna memenuhi kebutuhan makan Jepang dan romusha
itu sendiri.



Pada umumnya mereka diperdapat di desa-desa, terdiri dari pemuda petani dan penganggur. Pulau Jawa sebagai pulau yang padat penduduknya memungkinkan pengerahan tenaga tersebut secara besar-besaran. Pada mulanya tugas-tugas yang dilakukan bersifat sukarela dan pengerahan tenaga tersebut tidak begitu sukar dilakukan, karena orang masih terpengaruh propaganda “ intik kemakmuran bersama Asia Timur Raya. Bahkan, dibeberapa kota terdapat barisan-barisan romusha untuk bekerja ditempat-tempat dan pada waktu-waktu tertentu. Misalnya, dalam bulan September 1944 sejumlah 500 orang romusha sukarela, yang terdiri dari pegawai tinggi dan menengah serta golongan terpelajar di bawah pimpinan Ir Soekarno berangkat dari kantor besar Jawa Hokokai dengan berjalan kaki ke stasiun tanah abang, Jakarta diiringi orkes suling Maluku. Di antara mereka juga terdapat pula orang Cina, Arab, dan India. Rombongan diikuti pula oleh anggota yang sudah berumur 60 tahun, sehingga Soekarno memuji mereka sebagai masih kuat seperti orang muda.
Lama-kelamaan karena kebutuhan yang terus meningkat di seluruh Asia Tenggara,pengerahan tenaga yang bersifat sukarela seperti yang telah diteladani oleh Soekarno itu, berubah manjadi paksaan. Pemerintah
Tentara Ke-16 membentuk suatu badan kusus yang melaksanakan pengerahan  romusha secara besar-besaran pada tahun 1944. Badan ini disebut Romukyoku
Romukyoku membuat peraturan sebagai berikut : orang atau badan yang membutuhkan tenaga romusha lebih dari 30 orang diharuskan mengajukan permohonan kepada kepala daerah setempat. Sipemohon, baik orang maupun badan, harus memiliki perusahaan atau pabrik yang bermanfaat untuk kepentingan perang. Bahkan, banyak di antara petugas pengerahan romusha bersikap curang, seperti mencoret nama yang sudah terdaftar dan menggantikan dengan nama lain karena menerima suap sejumlah uang. Sebaliknya, ada pula kepala desa yang menunjuk seorang yang menjadi romusha sebagai tindakan balas dendam atau rasa tidak suka. Dengan uang pula, seseorang yang sudah terdaftar sebagai romusha dapat menunjuk
orang lain sebagai penggantinya.
Romusha yang diperkejakan di proyek-proyek, antara lain pembuatan jalan, jembatan, barak-barak militer, berlangsung selama satu sampai tiga bulan. Lebih dari tiga bulan merupakan masa kerja romusha yang
diperkejakan di proyek-proyek diluar keresidenan mereka. Tidak hanya keluar Jawa, bahkan eomusha dikirim ke luar Indonesia, seperti Birma, Muang, Tgai, Vietnam dan Malaysia.
Tidak sesuai dengan usul yang disampaikan oleh anggota Chuo Sangi In agar para romusha diperlakukan secara layak, ternyata mereka diperlakukan sangat buruk. Sejak pagi buta sampai petang hari mereka
dipaksa melakukan pekerjaan kasar tanpa makan dan perawatan cukup, membuat kondisi fisik mereka menjadi sangat lemah dan mereka gampir tidak punya sisa kekuatan. Jika ada diantara mereka yang beristirahat sekalipun hanya sebentar, hal itu akan mengundang maki-makian dan pukulan-pukulan dari pengawas mereka orang Jepang. Hanya pada malam hari mereka berkesempatan melepaskan lelah. Dalam keadaan demikian, mereka tidak punya daya tahan lagi terhadap penyakit. Karena tidak sempat memasak air minum, sedangkan buang air di sembarang tempat, berjangkitnya wabah disentri, karena tidak dapat menghindari diri dari serangan nyamuk, banyak diantara mereka yang diserang malaria.








3.   UNIT 731 : Eksperimen biologi dan kimia terhadap manusia ( Tahanan Perang )
UNIT 731 adalah eksperimen biologi dan kimia Jepang yang dirahasiakan, tahanan perang digunakan dalam eksperimen ini.
Adapun eksperimen itu antara lain :
- Menggantung manusia naik turun untuk melihat berapa lama akan bertahan sebelum tercekik sampai mati.
- Menginjeksi udara ke arteri manusia untuk melihat berapa lama waktu terjadi emboli.
- Meninjeksi urin kuda ke ginjal manusia.
- Tidak memberikan makanan kepada tahanan untuk melihat berapa lama mereka akan bertahan hidup sampai mati.
- Menempatkan manusia di ruangan bertekanan tinggi untuk melihat berapa lama akan bertahan hidup sampai mati.
- Menempatkan manusia di temperatur yang ekstrim untuk melihat
bagaimana suhu dapat merusak tubuh manusia dan melihat berapa lama manusia tsb bertahan hidup sampai mati.
- Menggunakan tahanan perang sebagai eksperimen meneliti hubungan antara temperatur, pembakaran, dan ketahanan hidup.
- Menempatkan manusia dalam mesin pemutar untuk melihat berapa lama akan bertahan hidup sampai mati.
- Menginjeksi darah hewan ke manusia untuk mempelajari efeknya.
- Menggunakan radiasi sinar-x tinggi kepada tahanan untuk mempelajari efeknya.
- Menempatkan manusia di dalam ruangan gas beracun untuk mempelajari efeknya.
- Menginjeksi air laut untuk melihat apakah dapat mengganti kadar garam dalam tubuh manusia.



Dari semua kekejaman Jepang pada Indonesia banyak menyisakan kenangan – kenangan yang kelam beberapa di antaranya yaitu :
1)            GUA JEPANG (Bandung,Jawa Barat)
Gua Jepang adalah salah satu gua yang berada di dalam kawasan Taman Hutan Raya Ir.H. Juanda, Bandung Utara. Gua Jepang ini dibuat pada tahun 1942 oleh balatentara pendudukan Jepang dengan bantuan para pekerja paksa romusha. Gua Jepang tidak pernah terselesaikan dan kabarnya belum pernah direnovasi sejak saat itu.






Gua Jepang di Bandung adalah salah satu dari gua bersejarah yang terserak di selruh negeri yang dibuat selama Perang Dunia II, dan telah menjadi bagian sejarah panjang dari republik ini.

Gua Jepang di buat untuk tempat penyimpana senjata, persembunyian para tentara jepang, tempat menyiksa musuh – musuh Jepang termasuk rakyat dan pejuang Indonesia,tempat memuaskan hawa nafsu tentara Jepang pada wanita Indonesia, seta tempat membuang mayat.

2)            Benteng Kalimaro
Tahun 1942, di ujung selatan Pegunungan Menoreh, tentara Jepang mengumpulkan Kepala Desa dari tiga desa di wilayah Bagelen. Di bawah ‘todongan’ pucuk senjata, para Kepala Desa, yang dikenal sebutan Kucho, Desa Somorejo, Bapangsari dan Dadirejo dipaksa Jepang menyediakan tanah seluas 500 hektar. Seratus tiga puluh lima hektar tanah di Tlogokotes (dulu bagian Desa Somorejo), 197 hektar tanah di Desa Bapangsari dan 174 hektar tanah di Desa Dadirejo.
Untuk apa gerangan tanah tersebut bagi Jepang? Sejatinya tanah di kawasan berbukit-bukit yang sekarang masuk wilayah Kab. Purworejo  ini terjal nan tandus. Kering. Kawasan ini juga tidak dekat dan akrab dengan pusat peradaban di Pulau Jawa. Namun, Jepang punya kehendak lain. Lokasinya yang dekat menghadap Samudera Hindia, menjadikan ia menjadi salah satu titik terbaik untuk pertahanan Jepang di daerah selatan Jawa. Pada tanah itulah, Jepang membangun Benteng Kalimaro.
Benteng pertahanan yang terpendam di dalam tanah.
Saat itu, Jepang baru saja sukses merebut kekuasaan dari Belanda di Pulau Jawa, termasuk menusuk hingga daerah Purworejo. Sebagai strategi perang, keberhasilan ini harus diimbangi dengan penciptaan sistem pertahanan yang kuat untuk menghadapi serangan balasan Belanda bersama Sekutu. Jepang dan Sekutu sedang terlibat sengit dalam Perang Asia Timur Raya. Benteng Kalimaro menjadi salah sekian dari banyak benteng Jepang untuk menghadapi Sekutu. 
Bukan penjajah kalau tak sekalian memeras tanah jajahannya. Jepang meminta lebih banyak dari warga tiga desa ini. Tak cukup merampas tanah warga,Jepang juga memaksa untuk disediakan 200 orang pekerja lengkap beserta peralatannya. Untunglah sepakat, pekerja lokal dibayar 25 sen untuk kuli, 50 sen untuk tukang, 75 sen untuk mandor dan 1 rupiah untuk kepala mandor.
Mirisnya, karena pekerja lokal dari tiga desa ini masih kurang, didatangkanlah para romusha (pekerja paksa) dari luar daerah yang tak digaji. Proses pembangunan Benteng Kalimaro memakan waktu hingga 8 bulan, dikerjakan siang malam tanpa putus. Setelah benteng selesai, Jepang memerintahkan lahan di sekitar benteng harus steril. Akhirnya warga tiga desa pun dipaksa hengkang dari tanah kelahirannya meski masih dibolehkan membawa harta bendanya. Terusir demi perang Jepang. Sebuah tragedi.

3)LAWANG SEWU (Semarang, Jawa Tengah)
Gedung Lawang Sewu merupakan salah satu gedung bersejarah di Indonesia. Penamaan Lawang Sewu sendiri, yang dalam bahasa Jawa berarti Seribu Pintu, yaitu untuk menggambarkan jumlah pintu yang teramat banyak dalam bangunan tersebut. Karena sebenarnya jumlah pintu di Lawang Sewu itu tak mencapai hingga seribu. Pantas saja dinamakan Lawang Sewu  soalnya di sini banyak banget pintu dan jendela-jendela besar yang terlihat seperti pintu.
Bangunan bersejarah ini dibangun oleh pemerintahan kolonial Belanda pada 27 Februari 1904 sebagai Het Hoofdkantoor van de Nederlansch Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) atau Kantor Pusat Perusahaan Kereta Api Swasta NIS. Sebelumnya kegiatan administrasi perkantoran NIS dilakukan di Stasiu Samarang NIS. Untuk rancangan gedung kantor pusat NIS di Semarang, NIS mempercayakannya kepada Prof. Jacob F. Klinkhamer (TH Delft) dan B.J. Ouendag, arsitek yang berdomisili di Amsterdam. Seluruh proses perancangan dilakukan di Belanda, kemudian segala kelengkapan gambar kerja yang telah ditandangani di Amsterdam pada tahun 1903 dibawa ke Kota Semarang. Pembangunan gedung pun
selesai pada tahun 1907.

Setelah Gedung ini pernah digunakan sebagai Kantor Pusat Perusahaan Kereta Api Swasta NIS, Lawang Sewu juga kemudian pernah digunakan sebagai penjara bawah tanah oleh serdadu Jepang. Gedung ini sempat menjadi saksi kekejaman Jepang. Ruangan-ruangan yang digunakan pada pemerintahan Belanda banyak dilaihfungsikan oleh pemerintahan Jepang. Seperti pada lantai tiga, kalau pada pemerintahan Belanda lantai tersebut digunakan sebagai gudang, lain halnya pada pemerintahan Jepang. Pada pemerintahan Jepang lantai tersebut digunakan sebagai ruang penyiksaan.
Lalu, di lantai bawah tanah yang dulunya dijadikan sebagai tempat penampungan air oleh para tentara Belanda, dijadikan sebagai tempat penyiksaan dan penjara. Kalau Sobat Djadoel mau melihat bagian bawah tanah ini. Di sini bisa melihat penjara berdiri, penjara jongkok, tempat pemasungan kelapa, dan perantai badan. Nah, kalau penjara berdiri itu untuk para tahanan yang kebanyakannya adalah orang Indonesia. Sebanyak enam tahanan dimasukkan ke dalam ruangan kurang lebih berukuran 1 x 1 meter. Kemudian ruangan tersebut akan diisi air hingga selutut dan para tahanan dikurung berdiri. Dengan ukuran sesempit itu para tahanan tidak mungkin untuk jongkok karena jika mereka jongkok maka mereka akan terendam air. Para tahanan itu dikurung di dalam penjara berdiri sampai meninggal. Kalau di penjara jongkok, para tahanan harus berjongkok di dalam ruangan yang kurang lebih memiliki lebar 1,5 meter dan tinggi 1 meter. Yang dimasukkan ke dalam ruangan hanya sebanyak tujuh atau delapan orang. Mereka juga dikurung di sana sampai meninggal. Lalu, ada juga tempat pemasungan kepala. Tempat itu digunakan untuk para tahanan yang membandel. Kepala mereka akan dipasung di dalam sebuah bak yang kemudian badan serta kepalanya secara diam-diam ditenggelamkan ke sungai bawah tanah. Dan satu lagi, perantai badan yang ada di ruang bawah tanah sebagai tempat merantai badan untuk menyiksa para tahanan. Mereka biasanya dicambuk, disundut rokok, atau cara-cara sadis lainnya.Setelah kemerdekaan, gedung Lawang Sewu tidak digunakan lagi oleh Jepag tetapi digunakan sebagai kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKAKRI) atau sekarang dikenal sebagai PT Kereta Api Indonesia. Selain itu juga pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementrian Perhubungan Jawa Tengah.
Pada masa perjuangan pun gedung ini pernah dijadikan sebagai lokasi Pertempuran lima hari di Semarang, yaitu pada 14 Oktober – 19 Oktober 1945. Gedung megah ini juga pernah menjadi lokais pertempuran hebat antara pemuda Angkatan Muda Kereta Api (AMKA) melawan satuan polisi militer Jepang yang ditempatkan di daerah jajahan atau biasa disebut Kempetai dan Kidobutai. Karena Lawang Sewu memiliki kisah sejarah dari awal pembangunan hingga setelah kemerdekaan, maka pemerintah Kota Semarang dengan berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992 Lawang Sewu djadikan sebagai salah satu bangunan kuno atau bersejaran di Kota Semarang yang patut dilindungi. Dan saat ini, bangunan tua tersebut telah mengalami tahap konservasi dan revitalisasi yang dilakukan oleh Unit Pelestarian benda dan bangunan bersejarah PT Kereta Api Persero.

Itu adalah masalalu pendudukan jepang di Indonesia, lalu bagaimanakah sekarang hubungan Jepang dengan Indonesia? Tentu saja berjalan dengan baik, tidak seperti masa lalu, namun hingga sekarang Jepang belum memninta maaf pada negara yang pernah dijajah oleh nya apa lagi memberi ganti rugi pada negara yabg pernah di jajah atas kerugian yang sangat besar  terhadap negara jajahan. Saat ini Perdana Menteri Jepang membuka upacara peresmian Monumen yang didirikan untuk mengenang para kriminal perang yang telah mati dieksekusi.
Monumen itu bertuliskan : ” Batu Nisan kenangan untuk 1068 pahlawan yang mati untuk bangsanya didalam perang besar asia timur “
Orang Jepang menziarahi makan 7 kriminal perang,
di monumen itu tertulis “Makan dari 7 pria terhormat yang mati untuk bangsanya”
Jepang bukanya mengakui kekejamanya pada masa lalu malah menyangkal sejarah itu pernah terjadi dengan mengubah pelajaran Sejarah di sekolah-sekolah Jepang dengan versi mereka sendiri, hal ini dapat kita lihat dari pemerintah Cina yang protes kepada Jepang akhir-akhir ini karena Jepang berusaha mengubah sejarah yaitu KEJAHATAN PERANG MEREKA. Tapi kenapa Indonesia berdiam diri dan tidak pernah memprotes Jepang atas masalalu yang membuat Indonesia begitu menderita???? Bukankah ini merupakan sebuah pembohongan besar pada publik di seluruh dunia agar Jepang tetap menjadi negara yang Super hingga saat ini??? Mengapa rakyat Indonesia tidak perduli akan hal ini, bukankah sudah banyak bukti dan peninggalan kekejaman Jepang di Indonesia, oleh karena itu kit berhak menunutut pertanggungjawaban Jepang.


5 komentar:

  1. EH GUE ORANG JEPANG, MAKSUD LO APA HUH? NGEJELEK JELEKIN NEGARA GUE

    BalasHapus
  2. sapa yang ngejelek jelekin negara jepang
    ini emang faktanya, jelas jelas ada buktinya gitu.
    emang kamu mau negara kamu digituin juga?????
    terus masa kamu diem ajah.??????

    BalasHapus