Indonesia
adalah negara yang merdeka pada 17 Agustus 1945 dengan hasil jerih payah bangsa
kita sendiri. Banyak negara yang sudah menjajah Indonesia yaitu Inggris,
Portugis, Belanda dan Jepang, tetepi dari semua itu banyak menyisakan cerita
pahit bagi bangsa Indonesia adalah saat masa penjajahan Jepang. Jepang menganggap
bahwa dirinya adalah saudara tua dari Indonesia, namun jika memang Jepang saudara Indonesia mengapa mereka
menjajah bangsa kita?
Itu
adalah salah satu bentuk tipu muslihat
Jepang untuk memanfaatkan Indonesia demi kepentinganya sendiri tenpa
memperdulikan penderitaan rakyat Indonesia. Berikut adalah bentuk kekejaman
pendudukan Jepang di Indonesia:
1. Jugun Ianfu (慰安婦/Comfort Women )
Jugun Ianfu adalah istilah Jepang terhadap perempuan
penghibur tentara kekaisaran Jepang dimasa perang Asia Pasifik, istilah asing
lainnya adalah Comfort Women. Pada kenyataannya Jugun Ianfu bukan merupakan
perempuan penghibur tetapi perbudakan seksual yang brutal, terencana, serta
dianggap masyarakat internasional sebagai kejahatan perang. Diperkirakan 200
sampai 400 ribu perempuan Asia berusia 13 hingga 25 tahun dipaksa menjadi budak
seks tentara Jepang.
Jugun Ianfu diciptakan karena invansi ke negara lain yang mengakibatkan peperangan
membuat kelelahan mental tentara Jepang. Kondisi ini mengakibatkan tentara
Jepang melakukan pelampiasan seksual secara brutal dengan cara melakukan
perkosaan masal yang mengakibatkan mewabahnya penyakit kelamin yang menjangkiti
tentara Jepang. Hal ini tentunya melemahkan kekuatan angkatan perang kekaisaran
Jepang. Situasi ini memunculkan gagasan untuk merekrut perempuan-perempuan
lokal , menyeleksi kesehatan dan memasukan mereka ke dalam Ianjo-Ianjo sebagai
rumah bordil militer Jepang.
Mereka
direkrut dengan cara halus seperti dijanjikan sekolah gratis, pekerjaan sebagai
pemain sandiwara, pekerja rumah tangga, pelayan rumah makan dan juga dengan
cara kasar dengan menteror disertai tindak kekerasan, menculik bahkan memperkosa di depan keluarga. Merka direkrut oleh Militer Jepang, sipil Jepang, pejabat lokal sepeti bupati,
camat, lurah dan RT
Sebagian
besar perempuan-perempuan yang berasal dari pulau Jawa yang dijadikan Jugun
Ianfu seperti Mardiyem, Sumirah, Emah Kastimah, Sri Sukanti, hanyalah sebagian
kecil Jugun Ianfu Indonesia yang bisa diidentifikasi. Masih banyak Jugun Ianfu
Indonesia yang hidup maupun sudah meninggal dunia yang belum terlacak
keberadaannya.
Para
wanita indonesia yang dijadikan penghibur di perlakukan semena – mena. Mereka diperkosa dan
disiksa secara kejam. Dipaksa melayani kebutuhan seksual tentara Jepang
sebanyak 10 hingga 20 orang siang dan malam serta dibiarkan kelaparan. Kemudian
di aborsi secara paksa apabila hamil. Banyak perempuan mati dalam Ianjo karena
sakit, bunuh diri atau disiksa sampai mati.
Ianjo
pertama di dunia dibangun di Shanghai, Cina tahun 1932. Pembangunan Ianjo di
Cina dijadikan model untuk pembangunan Ianjo-Ianjo di seluruh kawasan Asia
Pasifik termasuk Indonesia sejak pendudukan Jepang tahun 1942-1945 telah
dibangun Ianjo diberbagai wilayah seperti Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Jawa,
Nusa Tenggara, Sumatra, Papua.
Setelah
perang Asia Pasifik usai Jugun Ianfu yang masih hidup didera perasaan malu
untuk pulang ke kampung halaman. Mereka memilih hidup ditempat lain dan
mengunci masa lalu yang kelam dengan berdiam dan mengucilkan diri. Hidup dalam
kemiskinan ekonomi dan disingkirkan masyarakat. Mengalami penderitaan fisik,
menanggung rasa malu dan perasaan tak berharga hingga akhir hidupnya.
Kaisar Hirohito merupakan pemberi restu sistem Jugun Ianfu ini diterapkan di seluruh Asia Pasifik. Para pelaksana di lapangan adalah para petinggi militer yang memberi komando perang. Maka saat ini pihak yang harus bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan ini adalah pemerintah Jepang.
Juli
1995 Asian Women’s Fund (AWF) didirikan oleh organisasi swasta Jepang.
Organisasi ini dituduh sebagai “agen penyuap” untuk meredam protes masyarakat
internasional dan tidak mewakili pemerintah Jepang secara resmi. Di masa
pemerintahan Soeharto Tahun 1997 Menteri Sosial Inten Suweno menerima dana
santunan bagi para korban sebesar 380 juta yen yang diangsur selama 10 tahun.
Namun banyak para korban menyatakan tidak pernah menerima santunan tersebut. Para korban dari adanya Jugun Iafu menuntut beberapa hal pada AWF yaitu
:
1.
Pemerintah
Jepang masa kini harus mengakui secara resmi dan meminta maaf bahwa perbudakan
seksual dilakukan secara sengaja oleh negara Jepang selama perang Asia Pasifik
1931-1945.
2.
Para
korban diberi santunan sebagai korban perang untuk kehidupan yang sudah
dihancurkan oleh militer Jepang.
3.
Menuntut dimasukkannya sejarah gelap Jugun
Ianfu ke dalam kurikulum sekolah di Jepang agar generasi muda Jepang mengetahui
kebenaran sejarah Jepang.
Tahun
1992, untuk pertama kalinya Kim Hak Soon korban asal Korea Selatan membuka
suara atas kekejaman militer Jepang terhadap dirinya ke publik. Setelah itu
masalah Jugun Ianfu terbongkar dan satu persatu korban dari berbagai negara
angkat suara. Kemudian tahun 2000 telah digelar Tribunal Tokyo yang menuntut
pertanggung jawaban Kaisar Hirohito dan pihak militer Jepang atas praktek
perbudakan seksual selama perang Asia Pasifik. Tahun 2001 final keputusan
dikeluarkan di Tribunal The Haque. Setelah itu tekanan internasional terhadap
pemerintah Jepang terus Dilakukan. Oktober 2007 kongres Amerika Serikat
mengeluarkan resolusi tidak mengikat yang menekan pemerintah Jepang memenuhi
tanggung jawab politik atas masalah ini . Meski demikian pemerintah Jepang
sampai hari ini belum mengakui apa yang telah diperbuat terhadap ratusan ribu
perempuan di Asia dan Belanda pada masa perang Asia Pasifik.
2. Romusha
Romusha
adalah panggilan bagi orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada
masa penjajahan Jepang di indonesia dari tahun 1942 hingga 1945.
Kebanyakan romusha adalah petani, dan sejak Oktober 1943 pihak Jepang
mewajibkan para petani menjadi romusha. Jumlah orang-orang yang menjadi romusha
tidak diketahui pasti - perkiraan yang ada bervariasi dari 4 hingga 10 juta.
Dalam sidangnya yang pertama, Chuo Sangi In mengusulkan beberapa syarat
antara lain supaya dibentuk badan-badan yang memotivasi rakyat menjadi
tenaga sukarela, melalui kerja sama dengan bupati, wedana, camat dan
kepala desa untuk pengerahan tenaga kerja (buruh) sekarela di
perusahaan-perusahaan bala tentara Jepang.
Namun dalam pelaksanaannya persyaratan yang disampaikan oleh Chuo Sangi In itu diabaikan. Pada hakikatnya mereka tidak lebih dari pekerja paksa. Seperti halnya di Yogyakarta, tepatnya di desa Timbul Harjo, Bantul, pengerahan romusha dilakukan oleh perangkat desa dengan cara medatangi keluarga-keluarga yang memiliki tenaga potensial untuk dijadikan romusha. Keluarga yang menolak, mereka takut-takuti akan dikucilkan. Jika anak yang diminta itu tidak berada dirumah, mereka biasanya mencari ke sawah dan kalau sudah ketemu dibawa secara paksa ketempat pengerahan
Selama berada ditempat kerja sampai pulang ke kampong halamannya, ternyata romusha mendapat fasilitas sangat minim dan banyak yang tidak diberi upah, tetapi tidak dapat menuntut karena memang tidak ada
perjanjian kerja tertulis. Mereka dikerahkan menjadi tenaga kerja paksa dan buruh yang diberi upah selayaknya.Sebelum penyerahan Belanda kepada Jepang tanggal 8 Maret 1942, Jepang telah memperhitungkan bahwa Pulau Jawa akan mampu menyediakan tenaga manusia dalam jumlah yang memadai untuk memenangkan perang. Perhitungan itu didasarkan atas kenyataan bahwa jumlah penduduk di Pulau Jawa sangat banyak, ditambah lagi dengan pertumbuhannya yang begitu pesat. Sehingga Jepang tidak bakal mengalami kesulitan dalam hal kebutuhan tenaga kerja romusha, karena disamping itu jumlah persediaan manusia cukup juga biaya murah. Tenaga diambil secara paksa, dan tidak perlu banyak
pengeluaran biaya baik untuk makan maupun pengobatan. Begitu pula untuk mencari pengganti bagi tenaga romusha yang mati, karena di Jawa terdapat persediaan manusia cukup banyak. Berdasarkan pola pemikiran itulah maka Jepang denga leluasa memanfaatkan tenaga manusia yang ada di Pulau Jawa dan dengan matinya beribu-ribu romusha seakan-akan tidak menjadi beban
moral.
Namun dalam pelaksanaannya persyaratan yang disampaikan oleh Chuo Sangi In itu diabaikan. Pada hakikatnya mereka tidak lebih dari pekerja paksa. Seperti halnya di Yogyakarta, tepatnya di desa Timbul Harjo, Bantul, pengerahan romusha dilakukan oleh perangkat desa dengan cara medatangi keluarga-keluarga yang memiliki tenaga potensial untuk dijadikan romusha. Keluarga yang menolak, mereka takut-takuti akan dikucilkan. Jika anak yang diminta itu tidak berada dirumah, mereka biasanya mencari ke sawah dan kalau sudah ketemu dibawa secara paksa ketempat pengerahan
Selama berada ditempat kerja sampai pulang ke kampong halamannya, ternyata romusha mendapat fasilitas sangat minim dan banyak yang tidak diberi upah, tetapi tidak dapat menuntut karena memang tidak ada
perjanjian kerja tertulis. Mereka dikerahkan menjadi tenaga kerja paksa dan buruh yang diberi upah selayaknya.Sebelum penyerahan Belanda kepada Jepang tanggal 8 Maret 1942, Jepang telah memperhitungkan bahwa Pulau Jawa akan mampu menyediakan tenaga manusia dalam jumlah yang memadai untuk memenangkan perang. Perhitungan itu didasarkan atas kenyataan bahwa jumlah penduduk di Pulau Jawa sangat banyak, ditambah lagi dengan pertumbuhannya yang begitu pesat. Sehingga Jepang tidak bakal mengalami kesulitan dalam hal kebutuhan tenaga kerja romusha, karena disamping itu jumlah persediaan manusia cukup juga biaya murah. Tenaga diambil secara paksa, dan tidak perlu banyak
pengeluaran biaya baik untuk makan maupun pengobatan. Begitu pula untuk mencari pengganti bagi tenaga romusha yang mati, karena di Jawa terdapat persediaan manusia cukup banyak. Berdasarkan pola pemikiran itulah maka Jepang denga leluasa memanfaatkan tenaga manusia yang ada di Pulau Jawa dan dengan matinya beribu-ribu romusha seakan-akan tidak menjadi beban
moral.
Mereka
meninggal karena kekurangan makan, kelelahan, malaria dan terjangkit penyakit.
Selain itu juga karena kerasnya pengawasan dan siksaan Jepang yang kejam dan
tidak berperi kemanusiaan. Dibarak-barak romusha tidak tersedia perawatan dan
tenaga kesehatan. Seakan-akan telah menjadi rumus bahwa siapa yang tidak lagi
kuat bekerja maka akan mati.
Sebagai mana alam pemikiran jepang, bahwa bukan manusianya yang diperhitungkan melainkan tujuannya yaitu “menang perang”.
Sebagai mana alam pemikiran jepang, bahwa bukan manusianya yang diperhitungkan melainkan tujuannya yaitu “menang perang”.
Para
tenaga kerja yang disebut romusha atau jepang menyebutnya prajutit pekerja,
diperlukan untuk membangun prasarana perang seperti kubu-kubu pertahanan,
gudang senjata, jalan raya dan lapangan udara. Selain itu, mereka diperkejakan
di pabrik-pabrik seperti pabrik garam dan pabrik kayu di Surabaya dan di
Sumatera Selatan, mereka diperkejakan di pabrik pembuatan dinamit di
Talangbetutu atau dipertambangan batu bara serta penyulingan minyak. Mereka
diperkejakan pula dipelabuhan- pelabuhan antara lain memuat dan membongkar
barang-barang dari kapal-kapal. Bahkan di desa Gendeng, dekat Badug, Yohyakarta
misalnya romusha menanam sayuran dan palawija guna memenuhi kebutuhan makan
Jepang dan romusha
itu sendiri.
itu sendiri.
Pada
umumnya mereka diperdapat di desa-desa, terdiri dari pemuda petani dan
penganggur. Pulau Jawa sebagai pulau yang padat penduduknya memungkinkan pengerahan
tenaga tersebut secara besar-besaran. Pada mulanya tugas-tugas yang dilakukan
bersifat sukarela dan pengerahan tenaga tersebut tidak begitu sukar dilakukan,
karena orang masih terpengaruh propaganda “ intik kemakmuran bersama Asia Timur
Raya. Bahkan, dibeberapa kota terdapat barisan-barisan romusha untuk bekerja
ditempat-tempat dan pada waktu-waktu tertentu. Misalnya, dalam bulan September
1944 sejumlah 500 orang romusha sukarela, yang terdiri dari pegawai tinggi dan
menengah serta golongan terpelajar di bawah pimpinan Ir Soekarno berangkat dari
kantor besar Jawa Hokokai dengan berjalan kaki ke stasiun tanah abang, Jakarta
diiringi orkes suling Maluku. Di antara mereka juga terdapat pula orang Cina,
Arab, dan India. Rombongan diikuti pula oleh anggota yang sudah berumur 60
tahun, sehingga Soekarno memuji mereka sebagai masih kuat seperti orang muda.
Lama-kelamaan karena kebutuhan yang terus meningkat di seluruh Asia Tenggara,pengerahan tenaga yang bersifat sukarela seperti yang telah diteladani oleh Soekarno itu, berubah manjadi paksaan. Pemerintah
Lama-kelamaan karena kebutuhan yang terus meningkat di seluruh Asia Tenggara,pengerahan tenaga yang bersifat sukarela seperti yang telah diteladani oleh Soekarno itu, berubah manjadi paksaan. Pemerintah
Tentara
Ke-16 membentuk suatu badan kusus yang melaksanakan pengerahan romusha
secara besar-besaran pada tahun 1944. Badan ini disebut Romukyoku
Romukyoku membuat peraturan sebagai berikut : orang atau badan yang membutuhkan tenaga romusha lebih dari 30 orang diharuskan mengajukan permohonan kepada kepala daerah setempat. Sipemohon, baik orang maupun badan, harus memiliki perusahaan atau pabrik yang bermanfaat untuk kepentingan perang. Bahkan, banyak di antara petugas pengerahan romusha bersikap curang, seperti mencoret nama yang sudah terdaftar dan menggantikan dengan nama lain karena menerima suap sejumlah uang. Sebaliknya, ada pula kepala desa yang menunjuk seorang yang menjadi romusha sebagai tindakan balas dendam atau rasa tidak suka. Dengan uang pula, seseorang yang sudah terdaftar sebagai romusha dapat menunjuk
orang lain sebagai penggantinya.
Romukyoku membuat peraturan sebagai berikut : orang atau badan yang membutuhkan tenaga romusha lebih dari 30 orang diharuskan mengajukan permohonan kepada kepala daerah setempat. Sipemohon, baik orang maupun badan, harus memiliki perusahaan atau pabrik yang bermanfaat untuk kepentingan perang. Bahkan, banyak di antara petugas pengerahan romusha bersikap curang, seperti mencoret nama yang sudah terdaftar dan menggantikan dengan nama lain karena menerima suap sejumlah uang. Sebaliknya, ada pula kepala desa yang menunjuk seorang yang menjadi romusha sebagai tindakan balas dendam atau rasa tidak suka. Dengan uang pula, seseorang yang sudah terdaftar sebagai romusha dapat menunjuk
orang lain sebagai penggantinya.
Romusha
yang diperkejakan di proyek-proyek, antara lain pembuatan jalan, jembatan,
barak-barak militer, berlangsung selama satu sampai tiga bulan. Lebih dari tiga
bulan merupakan masa kerja romusha yang
diperkejakan di proyek-proyek diluar keresidenan mereka. Tidak hanya keluar Jawa, bahkan eomusha dikirim ke luar Indonesia, seperti Birma, Muang, Tgai, Vietnam dan Malaysia.
Tidak sesuai dengan usul yang disampaikan oleh anggota Chuo Sangi In agar para romusha diperlakukan secara layak, ternyata mereka diperlakukan sangat buruk. Sejak pagi buta sampai petang hari mereka
dipaksa melakukan pekerjaan kasar tanpa makan dan perawatan cukup, membuat kondisi fisik mereka menjadi sangat lemah dan mereka gampir tidak punya sisa kekuatan. Jika ada diantara mereka yang beristirahat sekalipun hanya sebentar, hal itu akan mengundang maki-makian dan pukulan-pukulan dari pengawas mereka orang Jepang. Hanya pada malam hari mereka berkesempatan melepaskan lelah. Dalam keadaan demikian, mereka tidak punya daya tahan lagi terhadap penyakit. Karena tidak sempat memasak air minum, sedangkan buang air di sembarang tempat, berjangkitnya wabah disentri, karena tidak dapat menghindari diri dari serangan nyamuk, banyak diantara mereka yang diserang malaria.
diperkejakan di proyek-proyek diluar keresidenan mereka. Tidak hanya keluar Jawa, bahkan eomusha dikirim ke luar Indonesia, seperti Birma, Muang, Tgai, Vietnam dan Malaysia.
Tidak sesuai dengan usul yang disampaikan oleh anggota Chuo Sangi In agar para romusha diperlakukan secara layak, ternyata mereka diperlakukan sangat buruk. Sejak pagi buta sampai petang hari mereka
dipaksa melakukan pekerjaan kasar tanpa makan dan perawatan cukup, membuat kondisi fisik mereka menjadi sangat lemah dan mereka gampir tidak punya sisa kekuatan. Jika ada diantara mereka yang beristirahat sekalipun hanya sebentar, hal itu akan mengundang maki-makian dan pukulan-pukulan dari pengawas mereka orang Jepang. Hanya pada malam hari mereka berkesempatan melepaskan lelah. Dalam keadaan demikian, mereka tidak punya daya tahan lagi terhadap penyakit. Karena tidak sempat memasak air minum, sedangkan buang air di sembarang tempat, berjangkitnya wabah disentri, karena tidak dapat menghindari diri dari serangan nyamuk, banyak diantara mereka yang diserang malaria.
UNIT 731 adalah eksperimen biologi dan kimia Jepang
yang dirahasiakan, tahanan perang digunakan dalam eksperimen ini.
Adapun eksperimen itu antara
lain :
- Menggantung manusia naik
turun untuk melihat berapa lama akan bertahan sebelum tercekik sampai mati.
- Menginjeksi udara ke arteri manusia untuk melihat berapa lama waktu terjadi emboli.
- Meninjeksi urin kuda ke ginjal manusia.
- Tidak memberikan makanan kepada tahanan untuk melihat berapa lama mereka akan bertahan hidup sampai mati.
- Menempatkan manusia di ruangan bertekanan tinggi untuk melihat berapa lama akan bertahan hidup sampai mati.
- Menempatkan manusia di temperatur yang ekstrim untuk melihat
- Menginjeksi udara ke arteri manusia untuk melihat berapa lama waktu terjadi emboli.
- Meninjeksi urin kuda ke ginjal manusia.
- Tidak memberikan makanan kepada tahanan untuk melihat berapa lama mereka akan bertahan hidup sampai mati.
- Menempatkan manusia di ruangan bertekanan tinggi untuk melihat berapa lama akan bertahan hidup sampai mati.
- Menempatkan manusia di temperatur yang ekstrim untuk melihat
bagaimana suhu dapat merusak
tubuh manusia dan melihat berapa lama manusia tsb bertahan hidup sampai mati.
- Menggunakan tahanan perang sebagai eksperimen meneliti hubungan antara temperatur, pembakaran, dan ketahanan hidup.
- Menempatkan manusia dalam mesin pemutar untuk melihat berapa lama akan bertahan hidup sampai mati.
- Menginjeksi darah hewan ke manusia untuk mempelajari efeknya.
- Menggunakan radiasi sinar-x tinggi kepada tahanan untuk mempelajari efeknya.
- Menempatkan manusia di dalam ruangan gas beracun untuk mempelajari efeknya.
- Menginjeksi air laut untuk melihat apakah dapat mengganti kadar garam dalam tubuh manusia.
- Menggunakan tahanan perang sebagai eksperimen meneliti hubungan antara temperatur, pembakaran, dan ketahanan hidup.
- Menempatkan manusia dalam mesin pemutar untuk melihat berapa lama akan bertahan hidup sampai mati.
- Menginjeksi darah hewan ke manusia untuk mempelajari efeknya.
- Menggunakan radiasi sinar-x tinggi kepada tahanan untuk mempelajari efeknya.
- Menempatkan manusia di dalam ruangan gas beracun untuk mempelajari efeknya.
- Menginjeksi air laut untuk melihat apakah dapat mengganti kadar garam dalam tubuh manusia.
Dari semua kekejaman Jepang
pada Indonesia banyak menyisakan kenangan – kenangan yang kelam beberapa di
antaranya yaitu :
1)
GUA JEPANG (Bandung,Jawa
Barat)
Gua Jepang adalah salah
satu gua yang berada di dalam kawasan Taman Hutan Raya Ir.H. Juanda, Bandung Utara. Gua Jepang
ini dibuat pada tahun 1942 oleh balatentara pendudukan Jepang dengan bantuan
para pekerja paksa romusha. Gua Jepang tidak pernah terselesaikan dan kabarnya
belum pernah direnovasi sejak saat itu.
Gua Jepang di Bandung adalah salah satu dari gua bersejarah yang terserak di selruh negeri yang dibuat selama Perang Dunia II, dan telah menjadi bagian sejarah panjang dari republik ini.
Gua Jepang di buat
untuk tempat penyimpana senjata, persembunyian para tentara jepang, tempat
menyiksa musuh – musuh Jepang termasuk rakyat dan pejuang Indonesia,tempat
memuaskan hawa nafsu tentara Jepang pada wanita Indonesia, seta tempat membuang
mayat.
2)
Benteng Kalimaro
Tahun
1942, di ujung selatan Pegunungan Menoreh, tentara Jepang mengumpulkan Kepala
Desa dari tiga desa di wilayah Bagelen. Di bawah ‘todongan’ pucuk senjata, para
Kepala Desa, yang dikenal sebutan Kucho, Desa Somorejo, Bapangsari dan Dadirejo
dipaksa Jepang menyediakan tanah seluas 500 hektar. Seratus tiga puluh lima
hektar tanah di Tlogokotes (dulu bagian Desa Somorejo), 197 hektar tanah di
Desa Bapangsari dan 174 hektar tanah di Desa Dadirejo.
Untuk apa gerangan
tanah tersebut bagi Jepang? Sejatinya tanah di kawasan berbukit-bukit yang
sekarang masuk wilayah Kab. Purworejo
ini terjal nan tandus. Kering. Kawasan ini juga tidak dekat dan akrab
dengan pusat peradaban di Pulau Jawa. Namun, Jepang punya kehendak lain.
Lokasinya yang dekat menghadap Samudera Hindia, menjadikan ia menjadi salah
satu titik terbaik untuk pertahanan Jepang di daerah selatan Jawa. Pada tanah
itulah, Jepang membangun Benteng Kalimaro.
Benteng pertahanan yang terpendam di dalam tanah.
Saat itu, Jepang baru
saja sukses merebut kekuasaan dari Belanda di Pulau Jawa, termasuk menusuk
hingga daerah Purworejo. Sebagai strategi perang, keberhasilan ini harus
diimbangi dengan penciptaan sistem pertahanan yang kuat untuk menghadapi
serangan balasan Belanda bersama Sekutu. Jepang dan Sekutu sedang terlibat
sengit dalam Perang Asia Timur Raya. Benteng Kalimaro menjadi salah sekian dari
banyak benteng Jepang untuk menghadapi Sekutu.
Bukan penjajah kalau
tak sekalian memeras tanah jajahannya. Jepang meminta lebih banyak dari warga
tiga desa ini. Tak cukup merampas tanah warga,Jepang juga memaksa untuk
disediakan 200 orang pekerja lengkap beserta peralatannya. Untunglah sepakat,
pekerja lokal dibayar 25 sen untuk kuli, 50 sen untuk tukang, 75 sen untuk
mandor dan 1 rupiah untuk kepala mandor.
Mirisnya, karena
pekerja lokal dari tiga desa ini masih kurang, didatangkanlah para romusha
(pekerja paksa) dari luar daerah yang tak digaji. Proses pembangunan Benteng
Kalimaro memakan waktu hingga 8 bulan, dikerjakan siang malam tanpa putus.
Setelah benteng selesai, Jepang memerintahkan lahan di sekitar benteng harus
steril. Akhirnya warga tiga desa pun dipaksa hengkang dari tanah kelahirannya
meski masih dibolehkan membawa harta bendanya. Terusir demi perang Jepang.
Sebuah tragedi.
3)LAWANG SEWU
(Semarang, Jawa Tengah)
Gedung Lawang Sewu merupakan salah satu
gedung bersejarah di Indonesia. Penamaan Lawang Sewu sendiri, yang dalam bahasa
Jawa berarti Seribu Pintu, yaitu untuk menggambarkan jumlah pintu yang teramat
banyak dalam bangunan tersebut. Karena sebenarnya jumlah pintu di Lawang Sewu
itu tak mencapai hingga seribu. Pantas saja dinamakan Lawang Sewu soalnya
di sini banyak banget pintu dan jendela-jendela besar yang terlihat seperti
pintu.
Bangunan bersejarah ini dibangun oleh
pemerintahan kolonial Belanda pada 27 Februari 1904 sebagai Het Hoofdkantoor
van de Nederlansch Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) atau Kantor Pusat
Perusahaan Kereta Api Swasta NIS. Sebelumnya kegiatan administrasi perkantoran
NIS dilakukan di Stasiu Samarang NIS. Untuk rancangan gedung kantor pusat NIS
di Semarang, NIS mempercayakannya kepada Prof. Jacob F. Klinkhamer (TH Delft)
dan B.J. Ouendag, arsitek yang berdomisili di Amsterdam. Seluruh proses
perancangan dilakukan di Belanda, kemudian segala kelengkapan gambar kerja yang
telah ditandangani di Amsterdam pada tahun 1903 dibawa ke Kota Semarang.
Pembangunan gedung pun
selesai
pada tahun 1907.
Setelah Gedung ini pernah digunakan sebagai Kantor Pusat Perusahaan Kereta Api Swasta NIS, Lawang Sewu juga kemudian pernah digunakan sebagai penjara bawah tanah oleh serdadu Jepang. Gedung ini sempat menjadi saksi kekejaman Jepang. Ruangan-ruangan yang digunakan pada pemerintahan Belanda banyak dilaihfungsikan oleh pemerintahan Jepang. Seperti pada lantai tiga, kalau pada pemerintahan Belanda lantai tersebut digunakan sebagai gudang, lain halnya pada pemerintahan Jepang. Pada pemerintahan Jepang lantai tersebut digunakan sebagai ruang penyiksaan.
Lalu, di lantai bawah tanah yang
dulunya dijadikan sebagai tempat penampungan air oleh para tentara Belanda,
dijadikan sebagai tempat penyiksaan dan penjara. Kalau Sobat Djadoel mau
melihat bagian bawah tanah ini. Di sini bisa melihat penjara berdiri, penjara
jongkok, tempat pemasungan kelapa, dan perantai badan. Nah, kalau penjara
berdiri itu untuk para tahanan yang kebanyakannya adalah orang Indonesia.
Sebanyak enam tahanan dimasukkan ke dalam ruangan kurang lebih berukuran 1 x 1
meter. Kemudian ruangan tersebut akan diisi air hingga selutut dan para tahanan
dikurung berdiri. Dengan ukuran sesempit itu para tahanan tidak mungkin untuk
jongkok karena jika mereka jongkok maka mereka akan terendam air. Para tahanan
itu dikurung di dalam penjara berdiri sampai meninggal. Kalau di penjara
jongkok, para tahanan harus berjongkok di dalam ruangan yang kurang lebih
memiliki lebar 1,5 meter dan tinggi 1 meter. Yang dimasukkan ke dalam ruangan
hanya sebanyak tujuh atau delapan orang. Mereka juga dikurung di sana sampai
meninggal. Lalu, ada juga tempat pemasungan kepala. Tempat itu digunakan untuk
para tahanan yang membandel. Kepala mereka akan dipasung di dalam sebuah bak
yang kemudian badan serta kepalanya secara diam-diam ditenggelamkan ke sungai
bawah tanah. Dan satu lagi, perantai badan yang ada di ruang bawah tanah
sebagai tempat merantai badan untuk menyiksa para tahanan. Mereka biasanya
dicambuk, disundut rokok, atau cara-cara sadis lainnya.Setelah
kemerdekaan, gedung Lawang Sewu tidak digunakan lagi oleh Jepag tetapi
digunakan sebagai kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKAKRI) atau
sekarang dikenal sebagai PT Kereta Api Indonesia. Selain itu juga pernah
dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam
IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementrian Perhubungan Jawa Tengah.
Pada masa perjuangan
pun gedung ini pernah dijadikan sebagai lokasi Pertempuran lima hari di
Semarang, yaitu pada 14 Oktober – 19 Oktober 1945. Gedung megah ini juga pernah
menjadi lokais pertempuran hebat antara pemuda Angkatan Muda Kereta Api (AMKA)
melawan satuan polisi militer Jepang yang ditempatkan di daerah jajahan atau
biasa disebut Kempetai dan Kidobutai. Karena Lawang Sewu memiliki kisah sejarah
dari awal pembangunan hingga setelah kemerdekaan, maka pemerintah Kota Semarang
dengan berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992 Lawang Sewu
djadikan sebagai salah satu bangunan kuno atau bersejaran di Kota Semarang yang
patut dilindungi. Dan saat ini, bangunan tua tersebut telah mengalami tahap
konservasi dan revitalisasi yang dilakukan oleh Unit Pelestarian benda dan
bangunan bersejarah PT Kereta Api Persero.
Itu adalah masalalu pendudukan jepang di
Indonesia, lalu bagaimanakah sekarang hubungan Jepang dengan Indonesia? Tentu
saja berjalan dengan baik, tidak seperti masa lalu, namun hingga sekarang
Jepang belum memninta maaf pada negara yang pernah dijajah oleh nya apa lagi
memberi ganti rugi pada negara yabg pernah di jajah atas kerugian yang sangat
besar terhadap negara jajahan. Saat ini Perdana Menteri Jepang membuka upacara peresmian
Monumen yang didirikan untuk mengenang para kriminal perang yang telah mati
dieksekusi.
Monumen itu bertuliskan : ” Batu Nisan kenangan untuk
1068 pahlawan yang mati untuk bangsanya didalam perang besar asia timur “
Orang Jepang menziarahi makan 7 kriminal perang,
di monumen itu tertulis “Makan dari 7 pria terhormat yang mati untuk bangsanya”
Jepang bukanya mengakui kekejamanya pada masa lalu
malah menyangkal sejarah itu pernah terjadi dengan
mengubah pelajaran Sejarah di sekolah-sekolah Jepang dengan versi mereka
sendiri, hal ini dapat kita lihat dari pemerintah Cina yang protes kepada
Jepang akhir-akhir ini karena Jepang berusaha mengubah sejarah yaitu KEJAHATAN
PERANG MEREKA. Tapi kenapa Indonesia
berdiam diri dan tidak pernah memprotes Jepang atas masalalu yang membuat
Indonesia begitu menderita???? Bukankah ini merupakan sebuah pembohongan besar
pada publik di seluruh dunia agar Jepang tetap menjadi negara yang Super hingga
saat ini??? Mengapa rakyat Indonesia tidak perduli akan hal ini, bukankah sudah
banyak bukti dan peninggalan kekejaman Jepang di Indonesia, oleh karena itu kit
berhak menunutut pertanggungjawaban Jepang.di monumen itu tertulis “Makan dari 7 pria terhormat yang mati untuk bangsanya”
EH GUE ORANG JEPANG, MAKSUD LO APA HUH? NGEJELEK JELEKIN NEGARA GUE
BalasHapus:e:
BalasHapusbermanfaat sekali :c:
BalasHapussapa yang ngejelek jelekin negara jepang
BalasHapusini emang faktanya, jelas jelas ada buktinya gitu.
emang kamu mau negara kamu digituin juga?????
terus masa kamu diem ajah.??????
Fakta adalah fakta,
BalasHapus