GEJALA BAHASA
Oleh I Putu Mas Dewantara
Gejala bahasa ialah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan kata atau
kalimat dengan segala macam proses pembentukannya. Gejala bahasa dalam bahasa
Indonesia diantaranya adalah gejala analogi, gejala kontaminasi, gejala pleonasme,
gejala hiperkorek, dan gejala-gejala lainnya.
1. Gejala Analogi
Analogi dalam bahasa artinya suatu bentukan bahasa yang meniru contoh yang
sudah ada. Terbentuknya bentukan-bentukan baru tentu akan memperkaya
perbendaharaan bahasa Indonesia. Hal ini tentu akan menguntungkan bagi bahasa
yang tumbuh dan sedang berkembang.
Tabel 1. analogi dalam bahasa Indonesia
No
|
Kata/bentukan
yang sudah lama dikenal
|
Keterangan
|
Kata/ bentukan baru
|
1.
2.
3.
|
Putra-putri,
dewa-dewi
Hartawan,
bangsawan
Budiman
|
Kata-kata itu berasal dari bahasa Sansekerta.
Fonem /a/: menyatakan jenis kelamin laki-laki, /i/
menyatakan perempuan.
-wan menyatakan lelaki, untuk menyatakan perempuan
dipakai akhiran –wati.
-
|
Saudara-saudari,
mahasiswa-mahasiswi, pemuda-pemudi, dsb.
Olahragawan,
negarawan, sosiawan, pragawati, negarawati, sosiawati.
Seniman.
|
Dalam bahasa Indonesia tak ada alat (bentuk gramatika) untuk menyatakan atau
membedakan jenis laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, jenis kelamin
dinyatakan dengan pertolongan kata lain yaitu kal laki-laki (pria) dan
perempuan (wanita) di belakang kata-kata yang dimaksud. Contohnya, murid
laki-laki, pelayan wanita. Untuk binatang atau tumbuhan dipakai kata jantan dan
betina. Contohnya, kuda jantan, bunga betina.
Pembatasan unsur a dan i yang bukan merupakan unsur asli bahasa Indonesia perlu
dilakukan. Misalnya, di samping kata bapak tak perlu dibentuk
katabapik sebab untuk ini sudah ada kata lain yaitu ibu. Jadi analogi
dalam bahasa tak selalu berlaku mutlak.
Analogi dari Bahasa Indonesia Asli
Dalam bahasa Indonesia ada
kata-kata: dikemukakan, diketengahkan, atau mengemukakan, mengetengahkan.
Beranalogi kepada kata-kata itu dibentuklah kata-kata baru: dikesampingkan,
dikebumikan, dikedepankan, mengebelakangkan; tidak tergolong ke dalam bentukan
dike-kan. Dari kata semasa dibentuk kata-kata baru; sedari, selagi sewaktu,
semasih. Pada masa orde baru pun lahir kata pemersatu yang kemudian muncul
kata-kata baru seperti pemerlain, pemerhati.
Bentukan Analogi Hasil Suadaya
Bahasa
Dari bahasa yang tersedia, orang
mencoba membentuk dan melahirkan sesuatu yang baru. Misalnya dari bahasa
Belanda “onrechtvaardigheid”, dibuatlah istilah ketidakadilan (onrechtvaardig:
tidak adil, heid: morvem pembentuk kata benda menyatakan sifat). “heid”
disejajarkan dengan imbuhan ke-an dalam bahasa Indonesia, sehingga lahirlah
analogi bentukan ketidak-an seperti; ketidaktertiban, ketidakbecusan,
ketidakberesan. Pembentukan kata-kata seperti ini sungguh sangat berhasil.
Analogi yang Salah
Analogi yang salah sering terjadi
karena kata bervokal satu dijadikan kata yang bervokal dua yang disebut
diftongisasi. Contoh: teladan dijadikantauladan, anggota dijadikan anggauta.
Mungkin hal tersebut terjadi karena pemakai bahasa menganalogikannya dengan
pemungutan kata-kata bahasa Arab seperti: taubat, taufan, taurat.
Dalam bahasa Indonesia kata-kata itu menjadi tobat, tofan, torat.
Karena analogi itulah bentukan-bentukan teladan dan anggota dikembalikan kepada
bentuk dengan au (tauladan, anggauta). Inilah yang dinamakan dengan analogi
yang salah yang menimbulkan terjadinya hiperkorek.
Drs. Pernis (Badudu, 1985:50)
mengatakan bahwa “analogi ialah faktor yang terpenting dalam setiap bahasa”.
Hal ini nampaknya benar adanya banyak bentukan baru yang dianalogikan dari
bentukan yang sudah ada.
2. Gejala Kontaminasi
Kontaminasi Kalimat
Kalimat yang rancu pada umumnya
dapat kita kembalikan pada dua kalimat asal yang betul strukturnya. Gejala
kontaminasi ini timbul karena dua kemungkinan, yaitu:
a. orang kurang menguasai penggunaan
bahasa yang tepat (menyusun kalimat atau frasa ataupun dalam penggunaan
beberapa imbuhan sekaligus).
b. kontaminasi terjadi tak disengaja.
Hal ini terjadi karena adanya perbedaan antara kompetensi dan performansi.
Orang tahu dua bentuk yang benar namun ketika ditulis atau diucapakan
lahirlah sebuah bentuk penggabungan dua bentukan yang benar.
Contoh:
Kalimat
rancu
|
Kalimat asal
|
Di sekolah
murid-murid dilarang tidak boleh merikok
|
- Di sekolah
murid-murid dilarang merokok
- Di sekolah
muri-murid tidak boleh merokok
|
Kontaminasi Kata
Kata-kata seperti berulang
kali dan sering kali adalah contoh kontaminasi kata
yang sebenarnya kata-kata tersebut terbentuk dari kata-kata: berulang-ulang dan berkali-kali.
Berulang-ulang
Berulang kali
Berkali-kali
di belakang
hari
di belakang kali
lain kali
jangan
biarkan
jangan boleh
tidak boleh
Kontaminasi kata terjadi karena
adanya dua kata yang sebenarnya dapat berdiri sendiri yang ketika diucapkan dua
kata tersebut diucapkan menjadi satu.
Kontaminasi Bentukan Kata
Adakalanya kita melihan bentukan
kata dengan beberapa imbuhan (afiks) sekaligus yang memperlihatkan gejala
kontaminasai. Contoh:
dipertinggi
dipertinggikan
ditinggikan
Adanya bentukan dipertinggikan
menyebabkan arti khususnya menjadi tak jelas.
menyampingkan
mengenyampingkan
mengesampingkan
Bentukan kontaminasi seperti contoh
di atas dapat kita hindari apabila kita tau benar bagaiman bentukan yang
semestinya dan tahu benar mengapa bentukan-bentukan yang semacam itu salah.
3. Gejala Pleonasme
Pleonasme berasal dari bahasa latin
“pleonasmus” dalam bahasa Grika “pleonazein” artinya kata yang
berlebih-lebihan. Gejala pleonasme timbul karena beberapa kemungkinan antara
lain:
a. pembicara tak sadar bahwa apa yang
diucapkan itu mengandung sifat yang berlebih-lebihan. Jadi, dibuatnya dengan
tak sengaja;
b. dibuat bukan karena tak sengaja,
melainkan karena tak tahu bahwa kata-kata yang digunakan mengandung pengertian
yang berlebih-lebihan;
c. dibuat dengan sengaja sebagai salah
satu bentuk gaya bahasa untuk memberikan tekanan pada arti (intensitas).
Contoh gejala pleonasme:
a.
dalam satu
prasa terdapat dua atau lebih kata yang searti, misalnya:
Mulai dari waktu itu ia jera berjudi.
(mulai = dari; salah satunya saja
dipakai).
b.
kata kedua
sebenarnya tak perlu lagi karena pengertiannya sudah terkandung pada kaya yang
mendahuluinya. Contoh: naik ke atas, turun ke bawah.
c.
Bentuk jamak
yang dinyatakan dua kali, misalnya:
Telah
dipamerkan sebanyak 50 buah lukisan-lukisan.
(50 = memberi pengertian jamak,
lukisan-lukisan = menyatakan jamak ).
Dalam bahasa Belanda atau Inggris
selalu ada “concord” (persesuaian bentuk) antara bilangan yang menyakan jumlah
dengan bendanya. Hal itulah yang mempengaruhi lahirnya bentuk 50 lukisan-lukisan Contohnya: one
child(seorang anak);vijf boeken (lima buah buku). Ini yang disebut
“nominal concord”.
Dalam bahasa Indonesia, kata
bendanya tidak dinyatakan dalam bentuk jamak. Dalam bahasa Arab, Belanda, dan
Inggris, selain daripada “nominal concord” juga dikenal “verbal concord”, yaitu
persesuaian jumlah kata benda dengan kata kerja. Dalam bahasa Arab malah ada
bentuk dualis. Berikut contoh nominal concord
Bahasa Arab
Al-walada:ni
sagi:rani
(Dua anak laki-laki itu kecil)
Contoh verbal concord
Bahasa Arab
Al-waladu yalabu.
(Anak laki-laki itu sedang bermain-main)
Al-aula:du
yaläbu:na.
(Anak-anak laki-laki itu sedang bermain-main)
Bahasa Inggris
He
goes.
(Dia (laki-laki) pergi)
We
go.
(Kami pergi)
Bahasa Belanda
Ik ga naar
school.
(Saya pergi ke sekolah)
Wij gaan naar
school.
(Kami pergi ke sekolah)
Pada
beberapa kata pungut dalam bahasa Indonesia terjadi pergeseran arti. Misalnya,
kata yang dalam bahasa asalnya menyatakan pengertian jamak, dalam bahasa
Indonesia dipakai dalam pengertian tunggal. Contoh dalam bahasa Arab:
unsur, alim, ruh (roh) menyatakan pengertian tunggal; anasir,
ulama, arwah adalah bentuk jamaknya.
Jika
dikatakan misalnya Gubernur Jawa Barat mengundang ulama-ulama seluruh
Jawa Barat. Di sini tidak terjadi gejala pleonasme karena sudah
dikatakan di atas, kata itu sudah mengalami pergeseran arti.
4. Gejala Hiperkorek
H.D. van
Pernis (dalam Badudu 1985 : 58)menyebutkan gejala hiperkorek sebagai proses
bentukan betul dibalik betul. Maksudnya, yang sudah betul
dibetul-betulkan lagi akhirnya menjadi salah. Gejala hiperkorek menunjukkan
sesuatu yang salah, baik ucapan, maupun ejaan (tulisan).
4.1 /s/ dijadikan /sy/
Tabel. 2 Alih huruf bahasa Arab ke bahasa Indonesia
No
|
Bahasa Arab
|
Bahasa
Indonesia
|
Contoh
|
1
|
sin
|
/s/
|
Islam, salam,
selamat, muslim, saat, sebab, insan.
|
2
|
syin
|
/sy/
|
-
|
3
|
tsa
|
/s/
|
missal,
amsal, Senin, Selasa, hadis, salju.
|
4
|
shad
|
/s/
|
sehat,
sahabat, nasihat, hasil, insaf, salat, pasal, maksud.
|
Hiperkorek
terjadi karena kata-kata yang seharusnya tidak boleh dijadikan /sy/ dijadikan
/sy/, misalnya, insaf dijadikan insyaf, sah dijadikan syah.
4.2 /h/ dijadiksn /kh/
Dalam bahasa
Arab, ada dua macam bunyi laringal /h/. /h/ berdesah seperti pada kata-kata: sehat,
nasihat, hasil, sahabat, dan /h/ bersuara seperti pada
kata-kata: paham, hidayat, jihad, lahir. Dalam bahasa
Indonesia kedua macam fonem ini dituliskan dengan h saja, jadi
tidak dibedakan. Ucapannya pun tidak dibedakan.
Selain
daripada itu ada fonem /kh/ yang dasar ucapannya langit-langit lembut
(artikulasi velar) seperti yang terdapat pada kata-kata: Khalik,
makhluk, khusus, khayal, akhir, khabar, ikhtisar. Dalam bahasa
Indonesia, fonem itu dituliskan dengan kh menurut ejaan
lama ch. Fonem /kh/ pada awal suku bisa dijadikan /k/ saja
seperti pada kata-kata: kabar, akhir, ketubah, kesumat.
Karena
pengaruh bahasa Sunda, maka huruf kh itu biasanya dituliskan orang sebagai h
saja, jadi: makhluk, husus, hayal, akhir. Memang dalam ucapannya
lebih cenderung pada bunyi /h/ dari pada /k/ walaupun /kh/ mempunyai satu
daerah artikulasi yaitu velar. Bentuk mahluk, husus, ahir,bukanlah
bentuk baku.
Hewan dari bahasa Arab haiwani ditulis
dengan kh menjadi khewan, (dalam ejaan lama chewan)
padahal dalam bahasa Arab h pada kata ini sama dengan h pada sehat,
nasihat, sahabat.
4.3 /p/ dijadikan /f/
Dalam bahasa
Arab, tak terdapat fonem /p/, yang ada hanyalah /f/. Sebaliknya dalam bahasa
Melayu tak terdapat fonem /f/. Itu sebabnya pada umumnya kata-kata yang berasal
dari bahasa Arab dengan f dijadikan p seperti: fikir – pikir, faham – paham,
hafal – (h)apal, fasal – pasal, disesuaikan dengan fonem atau ucapan kita.
Namun yang sering salah adalah kata-kata bahasa Indonesia yang berawalan fonem
/p/ dijadikan /f/ contoh: pihak – fihak inilah yang disebut kasus hiperkorek.
4.4 /j/ dijadikan /z/
Fonem /z/
dari bahasa Arab, yang merupakan fonem asing dalam bahasa Melayu/Indonesia
sering dijadikan /j/, seperti: zaman – jaman, izin – ijin, ziarah – jiarah,
zambrut – jambrut. Fonem /z/ yang berasal dari bahas Belanda dijadikan /s/
dalam bahasa Indonesia, seperti: zak – saku; zaal – sal; zadel – sadel, zonder
– sonder (= tanpa), zuster – suster.
Dalam bahasa
Indonesia ada kita lihat yang sebaliknya dari yang disebutkan di atas ini yaitu
/j/ dijadikan /z/ sehingga terjadi pula hiperkorek.
Misalnya:
ijazah, tidak boleh dijadikan izazah.
4.5 Gejala Hiperkorek dengan /au/
Pengganti /o,e/
Dalam bahasa
Indonesia dewasa ini, kita jumpai penulisan kata-kata seperti:
anggota dijadikan anggauta
teladan dijadikan tauladan
sentosa dijadikan sentausa
Contoh-contoh
tersebut terjadi karena adanya analogi yang salah, yaitu dikira berasal dari
bahasa Arab seperti tuabat, taurat, aurat, taufan. Kata-kata di
atas tadi tidak berasal dari bahasa Arab, jadi bunyi /o/ atau /e/-nya jangan
dikembalikan kepada bunyi /au/. Frekuensi penulisan anggauta memang
sangat besar.
Kata-kata
yang diambil dari bahasa daerah seperti sajen dan kabupaten,
buro, dan windon adalah bentuk-bentuk yang disandikan: saji + an –
sajen, ka + bupati + an – kabupaten, buru + an – buron, windu + an – windon.
Namun sering orang mengucapkan kata sajenan dan buronan. Sajen dan burondianggap
sebagai bentuk dasar.
Ada pula
gejala monoftongisasi (dua vokal dijadikan satu vokal di dalam satu kata).
Misalnya, syaitan, hairan, haiwan (dari bahasa Arab) menjadi setan,
heran, hewan. Kata taubat dan taurat menjadi tobat dan torat.
4.6 Timbulnya Gejala Hiperkorek
Beberapa alasan yang menyebabkan
timbulnya hiperkorek, adalah seperti di bawah ini.
1. Orang tak tahu mana bentuk yang
asli, yang betul, lalu meniru saja yang diucapkan/dituliskan oleh orang lain.
2. Mungkin juga karena ingin gagah,
ingin hebat, sehingga disamping apa yang sudah dibicarakan di atas, kita lihat
juga orang menuliskan kata-kata sepertihadir, rela, fasal, hasil,
batin, menjadi hadir, redla, fatsal, hatsil, bathin.
3. Dari segi linguistik /f, kh, sy, z/
bukan fonem-fonem Indonesia asli. Itu sebabnya variasi antara f – p, kh – k –
h, sy – s, z – j, tidak menimbulkan perbedaan arti. Karena sifatnya yang tidak
fonemis itulah, maka variasi bentuk kembar seperti contoh di atas dimungkinkan
dalam bahasa Indonesia.
Hanya bila oleh perbedaan fonem
timbul perbedaan arti, haruslah orang berhati-hati.
Contohnya: sakit polio
- kertas folio
seni
- zeni
khas
Pasundan - kas Pasundan
5. Gejala-gejala lainnya.
5.1 Penambahan Fonem
Gejala penambahab fonem dapat
dibedakan menjadi 3 macam: penambahan fonem di depan kata disebut protesis,
penambahan fonem di tengah kata dissebut epentensis, dan penambahan fonem di
akhir kata disebut paragog.
Tabel.3 Penambahan fonem
Keterangan
|
Sebelum
|
Sesudah
|
Gejala
Protesis
|
mas, lang,
sa,
stana
(“sthana” Sans)
|
e m a s, e l
a n g, a s a
i s t a n a
|
Gejala
Epentensis
|
kapak
mukin (Min.)
|
k a m p a k
m u n g k i n
|
Gejala
Paragog
|
hulubala
pelang
(=belang)
|
h u l u b a l
a n g
p e l a n g i
|
5.2 Penghilangan Fonem
Gejala penghilangan fonem dapat
dibedakan menjadi 3 macam, yaitu penghilangan fonem pada awal kata disebut
afaresis, penghilangan fonem di tengah kata disebut sinkop, dan penghilangan
fonem di akhir kata disebut apokop.
Tabel. 4 Penghilangan fonem
Keterangan
|
Sebelum
|
Sesudah
|
Gejala
afaresis
Gejala sinkop
|
umudik,
umundur
sahaya
klamarin
|
mudik, mundur
saya
kemarin
|
Gejala
apokop
|
tidak
kontakt
|
tida
kontak
|
5.3 Gejala Kontraksi
Gejala ini memperlihatkan adanya
gejala satu atau lebih fonem yang dihilangkan. Kadang-kadang ada perubahan atau
penggantian fonem.
Contoh:
tidak ada menjadi t i a d a
Matahari menjadi m a t a r i atau m
e n t a r i
Bahaginda menjadi b a g i n d a
5.4 Gejala Metatesis
Gejala ini memperlihatkan pertukaran
tempat satu atau beberapa fonem. Beberapa contoh:
berantas menjadi b
a n t e r a s
korsi (bervariasi dengan kursi)
menjadi k r o s i
kerikil menjadi k e l i k i r
5.5 Gejala Adaptasi
Adaptasi artinya penyesuaian.
Kata-kata pungut yang diambil dari bahasa asing berubah bunyinya sesuai dengan
penerimaan pendengaran atau ucapan lidah orang Indonesia. Sebagian kata-kata
ini bentukan rakyat jelata.
Beberapa contoh:
Dari bahasa Belanda:
persekot dari voorschot
sirop
dari stroop
Dari bahasa Arab:
perlu
dari fardhu
mupakat dari muwafakat
Dari bahasa Portugis :
picu dari frecho
perseroaa dari parceiro
lemari dari almari
Dari bahasa Inggris:
petas(an) dari petards
riset dari research
Dari bahasa Sansekerta:
sendu (rindu sendu) dari sendhu
resi dari rsyi