Epic
(2013 - 20th Century Fox/Blue Sky Studios)
Directed by Chris Wedge
Story by William Joyce, James V. Hart, Chris Wedge
Screenplay by James V. Hart, William Joyce, Daniel Shere, Tom J. Astle, Matt Ember
Based on the book "The Leaf Men and The Brave Good Bugs" by William Joyce
Produced by Jerry Davis, Lori Forte
Cast: Amanda Seyfried, Colin Farrell, Josh Hutcherson, Christoph Waltz, Beyoncé Knowles, Aziz Ansari, Chris O'Dowd, Steven Tyler, Jason Sudeikis, Pitbull
Ketika banyak pemerhati film agak silau sama merek Pixar dan DreamWorks
saat membicarakan produk film animasi komputer/CGI, sesungguhnya ada
satu lagi studio yang tak kalah sukses dalam mempersembahkan film-film
karyanya, yakni Blue Sky Studios—yang diinduki 20th Century Fox. Meski
kerap "terlewatkan" dari radar penghargaan bergengsi, tak dipungkiri
bahwa Blue Sky termasuk konsisten dalam menghasilkan film-film yang
menghibur dan berkualitas baik, pun sukses secara komersial. Sejauh ini
gw nggak pernah kecewa dengan film-filmnya Blue Sky. Gw emang baru
nonton Ice Age, Robots, Ice Age 3,
dan Rio (kurang Horton Hears a Who dan 2 seri Ice Age lainnya), tapi
semuanya adalah film-film menyenangkan dengan karakter-karakter berwarna
dan visual yang indah nan canggih. Nah, lewat Epic, Blue Sky seperti
berusaha menaikkan level, masih mengandalkan keindahan visual, tetapi
ceritanya tidak se-haha-hihi film-film mereka sebelumnya.
Mary Katherine atau biasa dipanggil M.K. (Amanda Seyfried), seorang remaja rada emo
yang baru ditinggal wafat sang ibunda dan terpaksa harus tinggal dengan
ayahnya, Prof. Bomba (Jason Sudeikis) di tempat penelitiannya di hutan,
mendapati dirinya masuk ke dalam sebuah "dunia lain" yang tak kasat
mata. Pertemuannya dengan seorang ratu peri Tara (Beyoncé) membuat tubuh
M.K. menyusut dan kemudian menyaksikan sendiri bahwa terdapat
sekumpulan peri—yang berukuran kira-kira sebesar jari manusia—yang tak
hanya menghuni seluruh hutan, tetapi menjaga kelangsungannya. M.K. pun
secara tiba-tiba ditugaskan untuk menghantar sebuah kelopak bunga berisi
"nyawa hutan" yang harus diberikan kepada yang berhak, namun kelompok
peri pembusuk/penggersang yang dipimpin Mandrake (Christoph Waltz) juga
menginginkan "nyawa hutan" itu dalam genggamannya agar segenap hutan
berada di bawah kekuasaannya. M.K. tak sendiri, ia dibantu dan
dilindungi pasukan Leaf Men, Jenderal Ronin (Colin Farrell) dan Nod
(Josh Hutcherson), serta duo siput+keong penjaga kelopak bunga Mub (Aziz
Ansari) dan Grub (Chris O'Dowd) untuk menuntaskan tugasnya, agar
Mandrake tak berkuasa dan merusak keseimbangan alam.
Blue Sky did it again. Epic adalah film animasi yang exciting dan seru, gw sudah lama tidak merasakan sebuah keseruan serupa dalam film animasi semenjak Legend of the Guardians: The Owls of Ga'Hoole keluaran
studio Animal Logic/Warner Bros. Ga'Hoole, yang buat gw kayak film 300
versi burung hantu, mungkin jadi perbandingan yang tepat buat Epic
karena sama-sama berjenis dongeng fantasi petualangan, dan ada
perang-perangannya. Bagian perang-perangan inilah yang mungkin jadi
jualan utama Epic, membuatnya seperti versi "mini" dari The Lord of the
Rings (plot-nya juga mirip-mirip sih), but it worked, seru banget
dan tampilannya keren. Impresifnya tampilan film ini dipersenjatai oleh
teknik animasi, tata visual plus efek visual yang sangat cakep. Desain
visual serba hijau daun terpadu indah dengan detil-detil dunia kaum
peri, begitu pula menyatu dengan desain karakternya, terutama para peri
itu sendiri yang seakan memakai pakaian indah (atau tidak indah,
tergantung di pihak yang mana) langsung dari alam. Soal ini gw secara
khusus suka banget sama armor para Leaf Men yang mirip baju zirah
samurai (mungkin ada hubungan sama nama Jenderal Ronin) dengan detil
warna dan motif yang "minta banget" dijadiin inspirasi cosplay. Pokoknya secara visual yang juga melibatkan William Joyce, penulis buku sumbernya (yang juga penulis materi sumber film Rise of the Guardians-nya DreamWorks) sebagai production designer, Epic memang memenuhi janjinya dalam menyajikan tontonan yang indah dan apik.
Di sisi lain, kisah yang diusung Epic memang terbilang plain and simply
dongeng, intinya sih tentang baik versus jahat sebagaimana sering
dijumpai dalam cerita-cerita yang ditargetkan pada anak-anak. Tetapi gw
senang dengan penanganan sutradara Chris Wedge dan timnya dalam
mempertajam dunia dongengnya ini, nggak memperlakukannya sekedar saja.
Berbagai justification yang ditampilkan, misalnya kenapa peri
tidak bisa dilihat oleh mata manusia, rasanya mudah diterima, justru
membuat gw semakin terhanyut dalam dunianya. Namun yang lebih oke lagi
adalah bagaimana mereka membangun tiap karakternya dengan distinctive dan simpatik. Gw suka banget gambaran awal hubungan awkward antara M.K. dan ayahnya karena telah cukup lama gak connect karena perceraian, atau vibe yang muncul antara Ronin yang supercool itu
dengan Ratu Tara, singkat tetapi kena banget. Ritme filmnya juga diatur
dengan sangat baik, rapih, nggak ada yang terasa terburu-buru. Dan
untungnya lagi, sekalipun tone keseluruhan filmnya tidak
mengutamakan komedi, penempatan humor dalam film ini pun oke dan
menghibur, kemunculan tokoh "alat khusus pemancing tawa", Mub dan Grub
bekerja cukup baik dan tidak mengganggu. Aziz Ansari is phenomenal =D.
Yah, bisa saja banyak yang menganggap film ini lebih cocok buat
anak-anak saking sederhananya cerita yang dibawakan. Tidak ada
pesan-pesan moral yang kompleks, metafora dan alegori kontemplatif dan
sebagainya. Namun, menurut gw, kadang sebuah tontonan yang bagus (dan
asyik) tidak perlu itu semua, asalkan disajikan dengan cara yang enak
dan tepat, sehingga membuat penonton sok gede sekalipun rela melepaskan inner child
mereka. Epic buat gw tetap mengasyikkan, keren malahan. Apalagi ini
datang dari studio yang sebelumnya lebih banyak berkecimpung di ranah
komedi keluarga, Epic ini membawa angin segar. Film ini seperti jawaban
Blue Sky akan tantangan memadukan kisah fairy tale khas Disney
klasik yang dulu sangat disukai dengan adegan-adegan laga yang lebih
diakrabi sama penonton zaman sekarang, dan hasilnya oke beratts. Gw akui
sih film ini sedikit terlalu ambisius dalam memoles kesederhanaan
ceritanya, termasuk dalam pemberian judulnya, serta pemaksaan menjual
nama selebritas terkenal dalam jajaran pengisi suaranya (Steven Tyler
okelah. But, Pitbull? Seriously?), namun tidak menghalangi gw dalam menikmati setiap momen yang disajikannya. Indah dipandang, enak diikuti, dan seru!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar